Halaman

Rabu, 29 Januari 2014

Cara Menjadi Pramugara/Pramugari

Cara Menjadi Pramugara/Pramugari

Menjadi pramugara dan pramugari adalah impian dari kebanyakan orang.
nah sobat ku yang ingin menjadi pramugari/pramugara saya kasih deh rahasia nya !!!!

kita mulai aja sobat.

1. Kita harus terlihat bersih agar penampilan kita membuat suatu ketertarikan yang tinggi pada kita
masalah kulit yang hitam atau tidak putih bukan lah menjadi sesuatu yang sangat dominan diperhatikan
tetapi kebersihan kita agar Iner beauty kita terpancar karena kebersihan kita.

2. Sebagai pramugara dan pramugari kita juga harus punya yang namanya tata keramah yang baik dimata orang,tidak sombong dan angkuh tetapi hharus sopan dan ramah agar eigers kita keluar dan membuat orang merasakan ""WAH"" pada Attitude kita.

CATATAN : Pramugara dan pramugari itu harus pemikiran nya 1 langkah lebih maju daripada orang-orang disekitar kita.atau biasanya disebut dengan ""ONE STEP A HEAD"".

Point 1 dan 2 itu adalah untuk performance kita , karena itu merupakan ""CABIN STYLE"".

Setelah kita mengikuti petunjuk diatas kemudian kita harus SMART .
ya maksud saya kita tidak harus jenius,tetapi kita harus mempunyai INISIATIF yang tinggi sobat.
ingat  kalau kita kurang pintar dalam pelajaran itu bukan menjadi masalah besar
itu bisa dirubah  tapi kalau BEHAVIOUR itu gak bisa dirubah .

TES yang dikeluarkan pada saat hendak masuk pramugara/pramugari atau bisa dibilang dengan kata lain adalah awak cabin atau flight attendant ( FA )

1. Tinggi badan dan berat badan serta cara berjalan.
Tinggi dan berat badan kita harus ideal biasanya kalau untuk FA tingginya
wanita : 160 dan Laki-Laki 165.
cara berjalan untuk wanita ya harus dengan anggun sob,gimana dengan cara berjalan yang seg biasanya dan untuk yang pria itu harus jalan tegak dan tidak boleh membungkuk, caranya dengan menarik perut kita kedalam,tanpa sadar kita kalau kita berjalan menarik perut kedalam itu akan membuat dada kita naik dan punggung kita tegak,.

2. Kita akan diuji pada PSIKOTES . Dari sini lah kita diukur pengetahuan dan tingkat emosi kita.
ini beriskan tentang cara menghitung cepat sehingga membuat emosi kita naik.
ini akan dinilai dengan cara grafik yang dihasil kan pada saat menjawab pertanyaan .
dan kita akan berhadapan dengan psikolog serta kita menerjemahkan suatu artikel kedalam bahasa indonesia dari bahasa inggris. juga ada penilaian tentang kerapian kita dengan cara menggambar sesuatu yang kita sukai.
semua itu hanya mengukur tingkat emosi kita ,makanya jangan emosian jadi orang ya .
hehehehe

3. Pada tahap ketiga kita akan di tes melalui kesehatan kita ,yang dinamakan MEDICAL CEK UP
ini ya tergantung kita bagaimana sehat nya kondisi kita
kalau bagi yang perokok itu tidak lah masalah asalkan kita masih sehat .
hahahaha
masalah perawan dan tidak perawan pun tidak masalah .
jangan sampe kekurangan HEMOGLOBIN ya  karena itu akan menjadi masalah untuk kita.

4.dan yang terakhir kita di uji melalui PANTUHIR atau Penentuan terakhir
kita cuma dinilai selama 5 detik,bagaimana cara masuk keruangan dan bagaimana keramahan kita.  INGAT : selalu ketuk pintu sebelum masuk keruangan dan setelah masuk harap ucapkan salam pada yang ada didalam dan kalau bisa disalami ya ,karena itu menunjukkan sifat yang bersahabat.
selanjutnya kita akan memperkenalkan diri dalam bahasa inggris  dan ditanya tentang pengalaman kita.
setelah selesai  semua nya jangan lupa permisi untuk keluar dan ucapkan terima kasih serta salami kembali orang-orang yang ada didalam.biasanya dalam pantuhir kita akan menghadapi 5 orang yg mewawancara kita.

itu lah yang saya dapat sampaikan seputar FA. Saya juga itu dapet browsing sih hehehe. tapi saya yakin kalau teman-teman sekalian mengikuti  saran petunjuk diatas pasti lulus kok.
Tetap Semangat yah... semua itu pelru proses ko. jangan takut gagal ok ^^ Yuk kita bersama-sama mewujudkan impian kita menjadi FA ^^
Saya juga bercita-cita menjadi FA nih.... yah usaha namanya juga kan, semoga aja lulus Aamin ^^
SEMANGAT ^w^

DONT GIVE UP AND KEEP SPIRIT ALL FRIENDS

              THANK YOU FOR YOUR ATTENTION

By: Clara Megarini

Flight Attendant

Flight attendant


Flight attendants of Air Seychelles
Flight attendants or cabin crew (also known as stewards/stewardesses, air hosts/hostesses, cabin attendants) are members of an aircrew employed by airlines primarily to ensure the safety and comfort of passengers aboard commercial flights, on select business jet aircraft,and on some military aircraft.

History


Flight attendant, circa 1949–1950, American Overseas Airlines, Flagship Denmark, Boeing 377 Stratocruiser
The role of a flight attendant derives from that of similar positions on passenger ships or passenger trains, but it has more direct involvement with passengers because of the confined quarters on aircraft. Additionally, the job of a flight attendant revolves around safety to a much greater extent than those of similar staff on other forms of transportation. Flight attendants on board a flight collectively form a cabin crew, as distinguished from pilots and engineers in the cockpit.
Heinrich Kubis was Germany's (and the world's) first flight attendant, in 1912.
Origins of the word "steward" in transportation are reflected in the term "chief steward" as used in maritime transport terminology. The term purser and chief steward are often used interchangeably describing personnel with similar duties among seafaring occupations. This lingual derivation results from the international British maritime tradition (i.e. chief mate) dating back to the 14th century and the civilian United States Merchant Marine on which US aviation is somewhat modeled. Due to international conventions and agreements, in which all ships' personnel who sail internationally are similarly documented by their respective countries, the U.S. Merchant Marine assigns such duties to the chief steward in the overall rank and command structure of which pursers are not positionally represented or rostered.
Imperial Airways of the United Kingdom had "cabin boys" or "stewards"; in the 1920s. In the US, Stout Airways was the first to employ stewards in 1926, working on Ford Trimotor planes between Detroit and Grand Rapids, Michigan. Western Airlines (1928) and Pan American World Airways (Pan Am) (1929) were the first US carriers to employ stewards to serve food. Ten-passenger Fokker aircraft used in the Caribbean had stewards in the era of gambling trips to Havana, Cuba from Key West, Florida. Lead flight attendants would in many instances also perform the role of purser, steward, or chief steward in modern aviation terminology.
The first female flight attendant was a 25-year-old registered nurse named Ellen Church.Hired by United Airlines in 1930, she also first envisioned nurses on aircraft. Other airlines followed suit, hiring nurses to serve as flight attendants, then called "stewardesses" or "air hostesses", on most of their flights. In the United States, the job was one of only a few in the 1930s to permit women, which, coupled with the Great Depression, led to large numbers of applicants for the few positions available. Two thousand women applied for just 43 positions offered by Transcontinental and Western Airlines in December 1935.
Female flight attendants rapidly replaced male ones, and by 1936, they had all but taken over the role. They were selected not only for their knowledge but also for their characteristics. A 1936 New York Times article described the requirements:
The girls who qualify for hostesses must be petite; weight 100 to 118 pounds; height 5 feet to 5 feet 4 inches; age 20 to 26 years. Add to that the rigid physical examination each must undergo four times every year, and you are assured of the bloom that goes with perfect health.
Three decades later, a 1966 New York Times classified ad for stewardesses at Eastern Airlines listed these requirements:
A high school graduate, single (widows and divorcees with no children considered), 20 years of age (girls 19 1/2 may apply for future consideration). 5'2" but no more than 5'9", weight 105 to 135 in proportion to height and have at least 20/40 vision without glasses.
In the United States, they were required to be unmarried and were fired if they decided to wed. The requirement to be a registered nurse on an American airline was relaxed as more women were hired, and it disappeared almost entirely during World War II as many nurses enlisted in the armed forces.[citation needed] In 1962, Bona of Pisa, a 12th-century pilgrim, was canonised by Pope John XXIII as patron saint of air hostesses.

Overview


A Steward on Philippine Airlines with 2 Stewardesses
The primary role of a flight attendant is to ensure passenger safety. In addition to this, flight attendants are often tasked with customer service duties such as serving meals and drinks, as a secondary responsibility.
The number of flight attendants required on flights are mandated by international safety regulations. For planes with up to 19 passenger seats, no flight attendant is needed. For larger planes, one flight attendant per 50 passenger seats is needed.
The majority of flight attendants for most airlines are female, though a substantial number of males have entered the industry since the 1970s.

Responsibilities


A Lufthansa flight attendant performing a pre-flight safety demonstration
Prior to each flight, flight attendants attend a safety briefing with the pilots and lead flight attendant. During this briefing they go over safety and emergency checklists, the locations and amounts of emergency equipment and other features specific to that aircraft type. Boarding particulars are verified, such as special needs passengers, small children traveling as unaccompanied or VIPs. Weather conditions are discussed including anticipated turbulence. Prior to each flight a safety check is conducted to ensure all equipment such as life-vests, torches (flashlights) and firefighting equipment are on board, in the right quantity, and in proper condition. Any unserviceable or missing items must be reported and rectified prior to takeoff. They must monitor the cabin for any unusual smells or situations. They assist with the loading of carry-on baggage, checking for weight, size and dangerous goods. They make sure those sitting in emergency exit rows are willing and able to assist in an evacuation and move those who are not willing or able out of the row into another seat. They then must do a safety demonstration or monitor passengers as they watch a safety video. They then must "secure the cabin" ensuring tray tables are stowed, seats are in their upright positions, armrests down and carry-ons stowed correctly and seat belts are fastened prior to takeoff. All the service between boarding and take-off is called Pre Take off Service.
Once up in the air, flight attendants will usually serve drinks and/or food to passengers. When not performing customer service duties, flight attendants must periodically conduct cabin checks and listen for any unusual noises or situations. Checks must also be done on the lavatory to ensure the smoke detector hasn't been deactivated and to restock supplies as needed. Regular cockpit checks must be done to ensure the pilot's health and safety. They must also respond to call lights dealing with special requests. During turbulence, flight attendants must ensure the cabin is secure. Prior to landing all loose items, trays and rubbish must be collected and secured along with service and galley equipment. All hot liquids must be disposed of. A final cabin check must then be completed prior to landing. It is vital that flight attendants remain aware as the majority of emergencies occur during takeoff and landing.Upon landing, flight attendants must remain stationed at exits and monitor the airplane and cabin as passengers disembark the plane. They also assist any special needs passengers and small children off the airplane and escort children, while following the proper paperwork and ID process to escort them to the designated person picking them up.
Flight attendants are trained to deal with a wide variety of emergencies, and are trained in First Aid. More frequent situations may include a bleeding nose, illness, small injuries, intoxicated passengers, aggressive and anxiety stricken passengers. Emergency training includes rejected takeoffs, emergency landings, cardiac and in-flight medical situations, smoke in the cabin, fires, depressurization, on-board births and deaths, dangerous goods and spills in the cabin, emergency evacuations, hijackings, water landings, and sea, jungle, arctic, and desert survival skills.[citation needed]

Flight attendant in an Embraer ERJ 145 LR of PBair, Thailand

Swiss stewardess serving orange juice

Stewardess in a Swiss flight from London to Zurich

Cabin chimes and overhead panel lights

On most commercial airliners, flight attendants receive various forms of notification on board the aircraft in the form of audible chimes and colored lights above their stations. Typically, the following chimes and colors are used:
  • Cabin interphone call from cockpit or another flight attendant station - high-low chime, pink or red light.
  • Call from passenger in seat - single chime, blue light.
  • Call from passenger in lavatory - single chime, amber light.
Some Airbus aircraft also add a fourth color (green) to indicate a cabin interphone call from another flight attendant station, distinguishing it from the pink or red light used for cabin interphone calls from the cockpit.

Chief Purser

The Chief Purser (CP), also titled as Inflight Service Manager (ISM), Flight Service Manager (FSM), Cabin Service Manager (CSM) or Cabin Service Director (CSD) is the senior flight attendant in the chain of command of flight attendants. While not necessarily the most senior crew members on a flight (in years of service to their respective carrier), Chief Pursers can have varying levels of "in-flight" or "on board" bidding seniority or tenure in relation to their flying partners. To reach this position, a crew member requires some minimum years of service as flight attendant. Further training is mandatory, and Chief Pursers typically earn a higher salary than flight attendants because of the added responsibility and managerial role.

Purser

The Purser is in-charge of the cabin crew, in a specific section of a larger aircraft, or the whole aircraft itself (if the purser is the highest ranking). On board a larger aircraft, Pursers assist the Chief Purser in managing the cabin. Pursers are flight attendants or a related job, typically with an airline for several years prior to application for, and further training to become a purser, and normally earn a higher salary than flight attendants because of the added responsibility and supervisory role.

Qualifications

Training

Flight attendants are normally trained in the hub or headquarters city of an airline over a period that may run from four weeks to six months, depending on the country and airline. The main focus of training is safety. One of the most elaborate training facilities was Breech Academy which Trans World Airlines (TWA) opened in 1969 in Overland Park, Kansas. Other airlines were to also send their attendants to the school. However, during the fare wars the school's viability declined and it closed around 1988.
Safety training includes, but is not limited to: emergency passenger evacuation management, use of evacuation slides/life rafts, in-flight firefighting, first aid, CPR, defibrillation, ditching/emergency landing procedures, decompression emergencies, Crew Resource Management and security.
In the United States the Federal Aviation Administration requires flight attendants on aircraft with 20 or more seats to hold a Certificate of Demonstrated Proficiency. This is not considered to be the equivalent of an airman certificate (licence), although it is issued on the same card stock. It shows that a level of required training has been met. It is not limited to the airline at which the attendant is employed (although some initial documents showed where the holder was working), and is the attendant's personal property. It does have two ratings, called Group I and II. Either or both of these may be earned depending upon the type of aircraft (propeller or turbofan) on which the holder has trained.
There are also training schools, not affiliated with any particular airline, where students generally not only undergo generic, though otherwise practically identical, training to flight attendants employed by an airline, but also take curriculum modules to help them gain employment. These schools often use actual airline equipment for their lessons, though some are equipped with full simulator cabins capable of replicating a number of emergency situations. In some countries, such as France, a degree is required, together with the Certificat de Formation à la Sécurité (safety training certificate).

Language

Multilingual flight attendants are often in demand to accommodate international travellers. The languages most in demand, other than English, are French, Spanish, Mandarin, Cantonese, Japanese, Arabic, German, Portuguese, Italian, Turkish and Greek. In the United States, airlines with international routes pay an additional stipend for language skills on top of flight pay, and some airlines hire specifically for certain languages when launching international destinations.

Height and weight

Most airlines have height requirements for safety reasons, making sure that all flight attendants can reach overhead safety equipment. Typically, the acceptable height for this is 160 to 185 cm (5 ft 3 in to 6 ft 1 in) tall. Some airlines, such as EVA Air, have height requirements for purely aesthetic purposes. Regional carriers using small aircraft with low ceilings can have height restrictions.
Flight attendants are also subject to weight requirements as well. Weight must usually be in proportion to height; persons outside the normal range may not be qualified to act as flight attendants.

Uniforms and presentation


Garuda Indonesia flight attendants uniform featuring kebaya and parang gondosuli batik

Singapore Girls, female flight attendants of Singapore Airlines
The first stewardess uniforms were designed to be durable, practical, and inspire confidence in passengers. The first stewardesses for United Airlines wore green berets, green capes and nurse's shoes. Other airlines, such as Eastern Air Lines, actually dressed stewardesses in nurses' uniforms.
Perhaps reflecting the military aviation background of many commercial aviation pioneers, many early uniforms had a strongly military appearance; hats, jackets, and skirts showed simple straight lines and military details like epaulettes and brass buttons. Many uniforms had a summer and winter version, differentiated by colours and fabrics appropriate to the season: navy blue for winter, for example, khaki for summer. But as the role of women in the air grew, and airline companies began to realise the publicity value of their stewardesses, more feminine lines and colours began to appear in the late 1930s and early 1940s. Some airlines began to commission designs from high-end department stores and still others called in noted designers or even milliners to create distinctive and attractive apparel.
Flight attendants are generally expected to show a high level of personal grooming such as appropriate use of cosmetics and thorough personal hygiene.
Flight attendants must not have any tattoos visible when a uniform is worn. These requirements are designed to give the airlines a positive representation.
In several airlines in the Islamic World, such as Egypt Air, Emirates, Etihad Airways, Iran Air and Saudia, stewardesses' uniforms have added with hijab to conform to the Islamic customs.

In advertising

In the 1960s and 1970s, many airlines began advertising the attractiveness and friendliness of their stewardesses. National Airlines began a "Fly Me"; campaign using attractive stewardesses with taglines such as "I'm Lorraine. Fly me to Orlando." (A low budget 1973 film about three flight attendants, Fly Me, starring Lenore Kasdorf, was based on the ad campaign.) Braniff International Airways, presented a campaign known as the "Air Strip" with similarly attractive young stewardesses changing uniforms mid-flight. A policy of at least one airline required that only unmarried women could be flight attendants.Flight attendant Roz Hanby became a minor celebrity when she became the face of British Airways in their "Fly the Flag" advertising campaign over a 7-year period in the 1980s. Singapore Airlines is currently one of the few airlines still choosing to use the image of their stewardesses, known as Singapore Girls, in their advertising material. However, this is starting to be phased out, in favor of advertising which emphasises the modernity of their fleet.

Unions

Flight attendant unions were formed, beginning at United Airlines in the 1940s, to negotiate improvements in pay, benefits and working conditions.Those unions would later challenge what they perceived as sexist stereotypes and unfair work practices such as age limits, size limits, limitations on marriage, and prohibition of pregnancy. Many of these limitations have been lifted by judicial mandates. The largest flight attendants' union is the Association of Flight Attendants, representing nearly 60,000 flight attendants at 19 airlines within the US.
In the UK, cabin crew can be represented by either Cabin Crew '89, or the much larger and more powerful Transport and General Workers' Union.
In Australia, flight attendants are represented by the Flight Attendants' Association of Australia (FAAA). There are two divisions: one for international crews (long-haul) and one for domestic crews (short-haul).
In New Zealand, flight attendants can be represented by either the Flight Attendants and Related Services Association (FARSA) or by the Engineering, Printing and Manufacturing Union (EPMU).
In Canada, flight attendants are represented by either the Canadian Union of Public Employees (CUPE) or by the Canadian Flight Attendants Union (CFAU).

Discrimination

Originally female flight attendants were required to be single upon hiring, and were fired if they got married, exceeded weight regulations, or reached age 32 or 35 depending on the airline. In the 1970s the group Stewardesses for Women's Rights protested sexist advertising and company discrimination, and brought many cases to court. The age restriction was eliminated in 1970. The no-marriage rule was eliminated throughout the US airline industry by the 1980s. The last such broad categorical discrimination, the weight restrictions, were eliminated in the 1990s through litigation and negotiations. By the end of the 1970s, the term stewardess had generally been replaced by the gender-neutral alternative flight attendant. More recently the term cabin crew or cabin staff has begun to replace 'flight attendants' in some parts of the world, because of the term's recognition of their role as members of the crew.

Roles in emergencies

Actions of flight attendants in emergencies have long been credited in saving lives; in the United States, the National Transportation Safety Board (NTSB) and other aviation authorities view flight attendants as essential for safety, and are thus required on Part 121 aircraft operations. Studies, some done in light of British Airtours Flight 28M, have concluded that assertive cabin crew are essential for the rapid evacuation of aeroplanes. Notable examples of cabin crew actions include:

September 11, 2001

The role of flight attendants received heightened prominence after the September 11 attacks when flight attendants (such as Sandra W. Bradshaw and CeeCee Lyles of United Airlines Flight 93, Robert Fangman of United Airlines Flight 175, Renee May of American Airlines Flight 77 and Betty Ong and Madeline Amy Sweeney of American Airlines Flight 11) actively attempted to protect passengers from assault, and also provided vital information to air traffic controllers on the hijackings
In the wake of these attacks, many flight attendants at major airlines were laid off because of decreased passenger loads.

Other emergencies

  • In April 1936, flight attendant Nellie Granger aided survivors after the crash of TWA Flight 1, then walked 4 mi (6.4 km) through a snowstorm to find help, before returning to the crash scene.
  • Naila Nazir, Pakistani air hostess (employee of Pakistan International Airlines) who received 1985's Flight Safety Foundation (FSF) Heroism Award for her brave handling of tense and dangerous situation during 13 days of flight PK-326 hijacking ordeal.
  • British Airtours Flight 28M, the two forward flight attendants, Arthur Bradbury and Joanna Toff, repeatedly crawled into the smoked filled and burning cabin to drag a number of passengers to safety, and were subsequently awarded the Queen's Gallantry Medal. The two rear flight attendants, Sharon Ford and Jacqui Ubanski, who opened the rear doors but were overwhelmed by fire and smoke were awarded the same medal posthumously.
  • Scandinavian Airlines Flight 751, when cabin crew recognised an emergency landing was imminent and commanded the passengers to "bend down ... hold your knees" to adopt the brace position.
  • Atlantic Southeast Airlines Flight 529, whose sole flight attendant, Robin Fech, provided emergency briefings, brace and evacuation commands to the passengers when the Embraer EMB 120 Brasilia aircraft sustained serious damage to one of its engines and crash landed. The NTSB accident report commended "the exemplary manner in which the flight attendant briefed the passengers and handled the emergency".
  • BOAC Flight 712, where a flight attendant, Barbara Jane Harrison died saving passengers from an on-board fire and was posthumously awarded the George Cross.
  • British Airways Flight 5390, in which a flight attendant was able to prevent a pilot from being lost through a cockpit window that had failed.
  • Southern Airways Flight 242, on which the cabin crew provided safety briefings to their passengers, and on their own initiative, warned passengers of the impending crash by commanding passengers to adopt the brace position. At least one flight attendant is known to have assisted in rescuing trapped passengers.
  • Air Florida Flight 90, in which the lone surviving flight attendant passed the only lifevest she could find to another passenger. She is recognised in the NTSB report for this "unselfish act."
  • TWA flight attendant Uli Derickson who protected passengers during the TWA Flight 847 hijacking by assisting with negotiation efforts.
  • TWA Flight 843, when a TWA Lockheed L-1011 aircraft crashed after an aborted takeoff in 1992. The aircraft was destroyed by fire. Nine flight attendants, along with five off-duty flight attendants, evacuated all 292 persons on board without loss of life. The NTSB in their after accident reported noted, "The performance of the flight attendants during the emergency was exceptional and probably contributed to the success of the emergency evacuation."
  • On British Airways Flight 2069, cabin crew stopped the plane from being crashed by a mentally ill passenger.
  • Crew on American Airlines Flight 63 prevented shoe bomber Richard Colvin Reid from blowing up the plane.
  • Flight attendants on Qantas Flight 1737 prevented their plane from being hijacked by a passenger with mental health issues. Two of them were taken to hospital with stab wounds.
  • Aloha Airlines Flight 243 suffered a decompression which tore an 18-foot (5.5 m) section of fuselage away from the plane. The only fatality was flight attendant C.B. Lansing who was blown out of the airplane. Flight attendant Michelle Honda was thrown violently to the floor during the decompression but, despite her injuries, crawled up and down the aisle reassuring passengers.
  • Senior Purser Neerja Bhanot saved the lives of passengers and crew when Pan Am Flight 73 was hijacked. She was killed while protecting children from the terrorists. After her death she received the Special Courage Award from the United States Department of Justice and India's highest civilian honor for bravery, the Ashoka Chakra.
  • Flight Attendants on Air Canada Flight 797 (Sergio Benetti, Judi Davidson, Laura Kayama) used procedures which were not specifically taught in training such as moving passengers to the front of the aircraft to move them away from the fire and smoke, and passing out towels for passengers to cover their nose and mouths with while the cabin was filling with smoke.
  • Flight Attendants on US Airways Flight 1549 successfully evacuated all passengers from the aircraft within 90 seconds despite the fact that the rear was rapidly filling with water.
  • Nine cabin crew members aboard Air France Flight 358 successfully evacuated the aircraft within 90 seconds after the A340-300 overran a runway at Toronto Pearson International Airport. The NTSB stated that the actions of the cabin crew contributed to the 100% survival rate.

In popular culture

  • 1933: Hollywood B-movie Air Hostess portrays a love story about a stewardess (Evalyn Knapp) and a pilot (James Murray).
  • 1947: The Vicki Barr: Flight Stewardess book series, in which Vicki's career "brings her glamorous friends, exciting adventures, loyal roommates and dates with a hand some young pilot and an up-and-coming reporter", sells well in the US.
  • 1950: In Batman #62 (December/January) it is revealed that Catwoman is an amnesiac flight attendant who had turned to crime after suffering a prior blow to the head during a plane crash she survived. The name of the airline she worked for was Speed Airlines.
  • 1951: Hollywood production Three Guys Named Mike, tells the story of stewardess Marcy (Jane Wyman) who has to choose between three admirers and becomes an advertising icon.
  • 1959: in the German romantic comedy An Angel on Wheels, Romy Schneider plays the guardian angel of a racing car driver who disguises herself as an air hostess.
  • 1965: in the US comedy Boeing Boeing, Tony Curtis plays an American journalist in Paris who is simultaneously engaged to three different stewardesses.
  • 1967: best selling memoir Coffee, Tea or Me?, by Trudy Baker and Rachel Jones recounts the romantic adventures of two stewardesses.
  • 1996: Australian comedian Caroline Reid creates the character "Pam Ann" to satirise the stereotypical aspects of the job of the air stewardess.
  • 1997: Seventies flim star Pam Grier plays a flight attendant in Quentin Tarantino's gangster film Jackie Brown.
  • 2003: Come Fly With Us! A Global History of the Airline Hostess by Johanna Omelia and Michael Waldock. Publisher: Collectors Press. This history includes hundreds of images spanning more than eight decades from more than 40 international airlines.
  • 2003: British television series Mile High features a group of flight attendants working for the fictitious low-cost carrier "Fresh!". In the film View from the Top, Gwyneth Paltrow plays an ambitious flight attendant trying to escape her small-town existence.
  • 2004: the hit single Air Hostess by Busted reaches No. 2 in the UK singles chart.
  • 2007: British pop/bubblegum dance group Scooch, comes 22nd in the Eurovision Song Contest 2007 with the song "Flying the Flag (For You)", featuring flight attendants and including a liberal amount of sexual innuendo.
  • 2011: the American period television series Pan Am, starring Christina Ricci, features pilots and flight attendants working in the 1960s.
  • 2012: Transit Girl, a film by former flight attendant Miriam Thiel, premiers at the Berlin Film Festival.
  • 2013: Come Fly With Us! Tenth Anniversary Edition A Global History of the Airline Hostess by Johanna Omelia & Michael Waldock. Publisher Ailemo Books. Softcover 180 pages, featuring stewardesses from 120 airlines and hundreds of images and career history from 1930 to 2013. ISBN 978-0-9819224-2-3

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara

 
Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Udara
Lambang TNI AU.png
Lambang Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Udara
Didirikan 9 April 1946
Negara  Indonesia
Tipe unit Angkatan Udara
Jumlah personil 34,000[1] (2011)
Bagian dari Tentara Nasional Indonesia
Motto Swa Bhuwana Paksa
(Sanskrit, lit:"Sayap Pelindung Tanah Airku".")
Pesawat dan helikopter 631[2] (2012)
Komando tempur
Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia[3][4][5]
Lencana
Roundel Roundel Indonesia Air Force.svg
Roundel 1946-1949 Roundel Indonesia 1946-1949.svg
Pesawat/Helikopter tempur
Pesawat serbu Su-30, F-16, Hawk Mk. 209, KF-X
Radar pesawat C-295 AEW&C
Pesawat tempur Su-27, Su-30, F-16, F-5, T-50 Golden Eagle
Pesawat sergap Su-27, F-16
Pesawat patroli 737-2X9 Surveiller, CN235MPA, C-295MPA, NC-212MPA
Pesawat pengintai EMB-314
Pesawat latih KT-1, Hawk Mk.109, T-34, AS/SA-202, T-50 Golden Eagle, Su-30
Pesawat pengangkut C-130, CN-235, CASA-C-295, F-27, F-28, C-212, Boeing 737-400
Situs resmi
Situs http://tni-au.mil.id/
Tentara Nasional Indonesia
Lambang TNI 2013.png

Kecabangan Militer
Angkatan Darat TNI Angkatan Darat
Angkatan Laut TNI Angkatan Laut
Angkatan Udara TNI Angkatan Udara
Lainnya
Lambang TNI.png Sejarah TNI
Lambang TNI.png Panglima TNI
Kepangkatan di TNI
Angkatan Darat Pangkat di TNI-AD
Angkatan Laut Pangkat di TNI-AL
Angkatan Udara Pangkat di TNI-AU
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (atau biasa disingkat TNI Angkatan Udara atau TNI-AU) adalah salah satu cabang angkatan perang dan merupakan bagian dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertanggung jawab atas operasi pertahanan negara Republik Indonesia di udara.
TNI Angkatan Udara pada awalnya merupakan bagian dari TNI Angkatan Darat yang dulunya bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR Jawatan Penerbangan). TNI Angkatan Udara dibentuk dan mulai berdiri sendiri pada tanggal 9 April 1946 bersamaan dengan dibentuknya Tentara Republik Indonesia (TRI Angkatan Udara) sesuai dengan Penetapan Pemerintah Nomor 6/SD Tahun 1946.
TNI Angkatan Udara dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) yang menjadi pemimpin tertinggi di Markas Besar Angkatan Udara (MABESAU). KASAU saat ini dijabat oleh Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia.
Kekuatan TNI-AU saat ini memiliki dua komando operasi yaitu Komando Operasi Angkatan Udara I (Koops AU I) yang bermarkas di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta dan Komando Operasi Angkatan Udara II (Koops AU II) yang bermarkas di Makassar.

Sejarah

TNI AU lahir dengan dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada Tanggal 23 Agustus 1945, guna memperkuat Armada Udara yang saat itu berkekurangan pesawat terbang dan fasilitas-fasilitas lainnya. pada tanggal 5 Oktober 1945 berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) jawatan penerbangan di bawah Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma.
Pada tanggal 23 Januari 1946 TKR ditingkatkan lagi menjadi TRI, sebagai kelanjutan dari perkembangan tunas Angkatan Udara. Pada tanggal 9 April 1946, TRI jawatan penerbangan dihapuskan dan diganti menjadi Angkatan Udara Republik Indonesia, yang kini diperingati sebagai hari lahirnya TNI AU yang diresmikan bersamaan dengan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada 29 Juli 1947 tiga kadet penerbang TNI AU masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pemboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di tiga tempat, masing-masing di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Modal awal TNI AU adalah pesawat-pesawat hasil rampasan dari tentara Jepang seperti jenis Cureng, Nishikoren, serta Hayabusha. Pesawat-pesawat inilah yang merupakan cikal bakal berdirinya TNI AU. Setelah keputusan Konferensi Meja Bundar tahun 1949, TNI AU menerima beberapa aset Angkatan Udara Belanda meliputi pesawat terbang, hanggar, depo pemeliharaan, serta depot logistik lainnya. Beberapa jenis pesawat Belanda yang diambil alih antara lain C-47 Dakota, B-25 Mitchell, P-51 Mustang, AT-6 Harvard, PBY-5 Catalina, dan Lockheed L-12.
Tahun 1950, TNI AU mengirimkan 60 orang calon penerbang ke California Amerika Serikat, mengikuti pendidikan terbang pada Trans Ocean Airlines Oakland Airport (TALOA). Saat itu TNI AU mendapat pesawat tempur dari Uni Soviet dan Eropa Timur, berupa MiG-17, MiG-19, MiG-21, pembom ringan Tupolev Tu-2, dan pemburu Lavochkin La-11. Pesawat-pesawat ini mengambil peran dalam Operasi Trikora dan Dwikora.
TNI AU mengalami popularitas nasional tinggi dibawah dipimpin oleh KASAU Kedua Marsekal Madya TNI Omar Dhani awal 1960-an. TNI AU memperbarui armadanya pada awal tahun 1980-an dengan kedatangan pesawat OV-10 Bronco, A-4 Sky Hawk, F-5 Tiger, F-16 Fighting Falcon, dan Hawk 100/200.

Tugas

Sesuai dengan UU TNI pasal 10, Angkatan Udara bertugas:
  • Melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang pertahanan.
  • Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
  • Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara.
  • Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.

Organisasi

TNI-AU berada di bawah Markas Besar TNI. Perwira tersenior Angkatan Udara, Kepala Staf TNI Angkatan Udara, adalah perwira tinggi berbintang empat dengan pangkat Marsekal mengepalai Angkatan Udara di bawah Panglima TNI. Mabes TNI AU membawahi Komando Utama atau biasa disingkat Kotama.

Komando Operasi Angkatan Udara I

Koopsau I mencakup wilayah Barat, markas komando di komplek Lanuma Halim Perdanakusuma Jakarta. Panglima Koopsau I Marsekal Muda TNI Muhamad Syaugi, S.sos dan Kapala Staf Marsekal Pertama TNI Dedy Nitakomara, SE.
Koopsau I membawahi beberapa pangkalan udara.
Sukhoi Su-30 MK2 Flanker TNI-AU
Tipe A :
  1. Lanud Halim Perdanakusuma (HLP), Jakarta
  2. Lanud Atang Sendjaja (ATS), Bogor
  3. Lanud Roesmin Nurjadin (RSN),[6] Pekanbaru (akan naik status menjadi tipe A)[7]
  4. Lanud Supadio (SPO) , Pontianak (akan naik status menjadi tipe A)[8]
Tipe B :
  1. Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Banda Aceh
  2. Lanud Soewondo (SWO), Medan
  3. Lanud Husein Sastranegara (HSN), Bandung
  4. Lanud Suryadarma (SDM), Subang
Tipe C :
  1. Lanud Maimun Saleh (MUS), Sabang (akan naik status menjadi tipe B)
  2. Lanud Tanjung Pinang (TPI), Tanjung Pinang (akan naik status menjadi tipe B)
  3. Lanud Hang Nadim, Batam
  4. Lanud Ranai (RNI), Natuna (akan naik status menjadi tipe B)
  5. Lanud Padang (PDA), Padang
  6. Lanud Palembang (PLM), Palembang
  7. Lanud Astra Kestra (ATK), Lampung
  8. Lanud Haji Abdullah Sanusi Hanandjoeddin (TDN), Belitung
  9. Lanud Wiriadinata (TSM), Tasikmalaya
Tipe D :
  1. Lanud Sugiri Sukani (SKI), Cirebon
  2. Lanud Wirasaba (WSA), Purwokerto
  3. Lanud Singkawang II (SWII), Singkawang (akan naik status menjadi tipe C)
Rencana Pembangunan :
  1. Lanud Piobang (PBG) , Payakumbuh
  2. Lanud Gadut (GDT) , Bukittinggi

Komando Operasi Angkatan Udara II

Koopsau II mencakup wilayah timur, markas komando di komplek Lanuma Hasanudin Makassar. Panglima Koopsau II Marsekal Muda TNI Agus Supriatna dan Kapala Staf Marsekal Pertama TNI Agus Dwi Putranto.
Koopsau II membawahi beberapa pangkalan udara.
Genaral Dynamics F-16A Fighting Falcon TNI-AU
Tipe A :
  1. Lanud Hasanuddin (HND), Makassar
  2. Lanud Iswahyudi (IWJ), Madiun
  3. Lanud Abdul Rachman Saleh (ABD), Malang
Tipe B :
  1. Lanud Surabaya (SBY), Surabaya (Akan naik status menjadi Tipe A)
  2. Lanud Balikpapan (BPP), Balikpapan
  3. Lanud Ngurah Rai (RAI), Denpasar
  4. Lanud Pattimura (PTM), Ambon
  5. Lanud Jayapura (JAP), Jayapura (Akan naik status menjadi Tipe A)
  6. Lanud Eltari (ELI), Kupang
  7. Lanud Manuhua (MNA), Biak
Tipe C :
  1. Lanud Iskandar (IKR), Pangkalan Bun
  2. Lanud Syamsuddin Noor (SAM), Banjarmasin
  3. Lanud Wolter Monginsidi (WMI), Kendari
  4. Lanud Sam Ratulangi (SRI), Manado (Akan naik status menjadi Tipe B)
  5. Lanud Rembiga (RBA), Mataram
  6. Lanud Merauke (MRE), Merauke (Akan naik status menjadi Tipe B)
  7. Lanud Tarakan (TAK), Tarakan
Tipe D :
  1. Lanud Leo Wattimena (MRT), Halmahera Utara (Akan naik status menjadi Tipe C)
  2. Lanud Dumatubun (DMN), Tual (Akan naik status menjadi Tipe C)
  3. Lanud Timika (TMK), Timika

Kohanudnas

Komando Pertahanan Udara Nasional Indonesia atau biasa disingkat (KOHANUDNAS), markas komando di Komplek Lanuma Halim Perdanakusuma Jakarta.

Korps Pasukan Khas

Paskhas merupakan satuan tempur darat berkemampuan tiga matra, yaitu udara, laut, darat. Prajurit Paskhas diharuskan minimal memiliki kualifikasi para-komando (parako) untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional, kemudian ditambahkan kemampuan khusus kematraudaraan sesuai dengan spesialisasinya.
Tugas dan tanggung jawab Korpaskhas sama dengan pasukan tempur lainnya yaitu sebagai satuan tempur negara, yang membedakan yaitu dari semua fungsi paskhas sebagai pasukan pemukul NKRI yang siap diterjunkan disegala medan baik hutan, kota, rawa, sungai, laut untuk menumpas semua musuh yang melawan NKRI. Paskhas mempunyai Ciri Khas tugas tambahan yang tidak dimiliki oleh pasukan lain yaitu Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD) yaitu merebut dan mempertahankan pangkalan dan untuk selanjutnya menyiapkan pendaratan pesawat dan penerjunan pasukan kawan.
Korpaskhas bertugas membina kekuatan dan kemampuan satuan Paskhas sebagai pasukan matra udara untuk siap operasional dalam melaksanakan perebutan sasaran dan pertahanan obyek strategis Angkatan Udara, pertahanan udara, operasi khusus dan khas matra udara dalam operasi militer atas kebijakan Panglima TNI.

Koharmatau

Komando Pemeliharaan Materiil TNI Angkatan Udara atau biasa disingkat (Koharmatau) markas komando berada di Lanud Husein Satra Negara Bandung, membawahi :
  1. Depo 10 di Lanud Husein S, Bandung
  2. Depo 20 di Lanuma Iswahyudi, Madiun
  3. Depo 30 di Lanuma Abd Saleh, Malang
  4. Depo 40 di Lanud Sulaiman, Bandung
  5. Depo 50 di Lanud Adi Soemarmo, Surakarta
  6. Depo 60 di Lanud Iswahyudi, Madiun
  7. Depo 70 di Lanud Sulaiman, Bandung

Akademi Angkatan Udara

Akademi Angkatan Udara atau biasa disingkat (AAU) dengan Ksatrian berada di Yogyakarta, dipimpin oleh seorang Gubernur berpangkat Marsekal Muda dibantu seorang Wakil Gubernur berpangkat Marsekal Pertama.
Sebutan untuk taruna AAU disebut Karbol, saat ini Karbol dibagi menjadi tiga jurusan yaitu : Aeronautika, Elektronika dan Teknik Manajemen Industri. Kedepan akan ditambah satu jurusan lagi yaitu Paskhas. Setelah dilantik kesemua Karbol diberik kesempatan untuk mengikuti seleksi masuk menjadi Penerbang. Pendidikan dilaksanakan selama 4 tahun dan setelah lulus dan dilantik menjadi Perwira, Karbol berhak menyandang predikat sebagai Sarjana Pertahanan.

Kodikau

Komando Pendidikan TNI AU atau biasa disingkat (Kodikau) markas komando berada di Komplek Lanuma Halim Perdanakusuma Jakarta, terdiri :
  1. Terdiri dari 2 Wingdik
    1. Wingdikum Di Lanuma Halim P.K. Jakarta Dan Lanuma Atang S. Bogor
    2. Wingdiktekkal Di Lanud Suryadarma Subang Dan Lanud Husein S. Bandung
  2. Lanud tempat pelaksanaan pendukung Kodikau :
    1. Lanuma Adi Sutjipto Yogyakarta
    2. Lanud Adi Soemarmo Surakarta
    3. Lanud Sulaiman Bandung
  3. Sekolah Kesatuan Komando Angkatan Udara (SEKKAU) Ksatrian berada di Komplek Lanuma Halim PK Jakarta,(Diperuntukkan untuk para Pama sebagai jenjang karier ke pangkat mayor atau Pamen)

Seskoau

Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (SESKOAU) dengan Ksatrian berada di Lembang Bandung. Sekolah ini diperuntukan bagi para perwira enengah (pamen) sebagai syarat untuk menjadi seorang komandan satuan ataupun jenjang karier ke pangkat Kolonel).

Pangkat

Sebagaimana di kecabangan lainnya, kepangkatan terdiri dari Perwira, Bintara dan Tamtama. Adapun pangkat tertinggi di Angkatan Udara adalah Marsekal Besar dengan bintang lima. Pangkat ini ditandai dengan lima bintang emas di pundak. Pangkat ini sepadan dengan Jenderal Besar di TNI Angkatan Darat dan Laksamana Besar di TNI Angkatan Laut. Sampai saat ini belum ada seorangpun perwira TNI Angkatan Udara yang dianugerahi pangkat tersebut, Marsekal dengan bintang empat, Marsekal Madya dengan bintang tiga, Marsekal Muda dengan bintang dua, Marsekal Pertama dengan bintang satu.

Kekuatan pasukan

Kekuatan Pasukan TNI Angkatan Udara

TNI Angkatan Udara saat ini dperkuat oleh 2 Pasukan yang keduanya mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda yaitu terdiri dari :
  1. Korps Pasukan Khas (Korpaskhas). Pasukan baret jingga yang dulu sangat terkenal dengan nama Pasukan Gerak Tjepat ((PGT) merupakan pasukan berkualifikasi Para Komando adalah pasukan pemukul tempur darat TNI Angakatan Udara bersifat ofensif, yang terdiri dari :
    1. Satbravo 90 Paskhas/Anti Teror
    2. Denmatra Paskhas
    3. Denhanud Paskhas
    4. Pasukan Para Komando (Yonko 461-469)
    5. Pusdiklat Pasukan Khas
  2. Satuan Keamanan Pertahanan Pangkalan TNI AU.(Bersifat Defensif). Pasukan baret biru terbilang baru karena sebelumnya satuan ini telah ada setiap lanuma dan lanud di seluruh Indonesia yang anggotanya terbentuk dengan mengambil beberapa orang dari tiap staf yang ada di pangkalan dengan di kepalai seorang perwira sebagai Kasi Kamhanlan. Kedepan Kamhanlan akan dibentuk menjadi Satuan sendiri dipimpin oleh seorang Pama sebagai Komandan Satuan Kamhanlanau yang bertugas melaksanakan pengamanan, pertahanan pangkalan TNI AU juga sebagai pasukan taktis dari tiap lanud. Tugas pengamanan pangkalan sebelumnya diemban oleh Satuan Provost AU kala itu masih menggunakan korps pasukan (Psk)yang salah satunya bertugas sebagai Pamfik, maka setelah berubah menjadi POMAU selanjutnya dikembalikan melaksanakan tugas-tugas kepolisian militer yaitu Gaktiblin, penyidikan, walmor dan protokoler.

Komando Paduan Tempur Udara

Pelaksanaan operasi tempur TNI Angkatan Udara merupakan gabungan dari unsur-unsur tempur yang dimiliki yaitu unsur pesawat/pangkalan, unsur radar dan unsur pasukan pemukul dan pertahanan udara Korpaskhas. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam pelaksanaan suatu operasi udara atau untuk lebih mudah menyingkatnya dengan istilah Komando Paduan Tempur Udara. Kotama Operasi pelaksananya adalah :
  1. Koopsau, terdiri dari :
    1. Unsur pesawat (Tempur, Angkut, Intai, Heli)
    2. Unsur pendukung (Lanuma/Lanud)
  2. Kohanudnas, terdiri dari :
    1. Satuan radar GCI (Ground Control Interception)
    2. Satuan radar EW (Early Warning)
  3. Korpaskhas, terdiri dari :
    1. Satuan pemukul (Batalyon Komando 461-469)
    2. Satuan pertahanan udara (Detasemen Hanud Paskhas)
    3. Satuan matra (Detasemen Matra Paskhas)
    4. Satuan anti teror (Satbravo 90/AT)

Alat utama sistem persenjataan

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara sudah memesan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang baru yang akan diperkenalkan kepada publik pada perayaan hari ulang tahun TNI yang ke 69, pada tanggal 5 Oktober 2014 nanti.[9]
Secara kualitatif kebutuhan alutsista dan penggelarannya disusun berdasarkan tugas-tugas untuk melaksanakan operasi udara dalam rangka penegakan kedaulatan di darat dan di laut, maka idealnya harus memiliki :
Kekuatan Pemukul Udara
  1. Pesawat penyerang yang mampu melaksanakan operasi udara strategis dan taktis untuk penghancuran sasaran darat maupun perairan sampai dengan daerah persiapan lawan.
  2. Pesawat Peringatan Dini / Advanced Early Warning (AEW) yang mampu melaksanakan manajemen pertempuran udara. Perang elektronika untuk mengganggu kemampuan gelombang elektromagnetik musuh dan menjamin kelancaran penggunaan gelombang elektromagnet sendiri.
  3. Pesawat Tanker yang mampu melaksanakan dukungan Air Refeuling bagi pesawat penyerang yang direncanakan untuk beroperasi jauh diluar ZEE.
  4. Pesawat komando yang dilengkapi dengan sarana K3I dan memiliki jarak jangkau dan kemampuan yang memadai sebagai sarana pimpinan untuk mengendalikan dan memonitor jalannya operasi yang dibutuhkan pesawat Kodal.
Kekuatan Intai Udara
  1. Pesawat Intai udara Strategis, untuk pengintaian sampai diluar batas ZEE.
  2. Pesawat Intai udara Taktis, untuk pengintaian secara detail daerah pertempuran baik pesawat berawak maupun tak berawak.
Kekuatan Lintas Udara
  1. Pesawat Angkut Strategis yang mampu mengangkut Batalion Lintas Udara Korpaskhas ke daerah trouble spot.
  2. Pesawat Angkut Taktis dan Helikopter.
  3. Pesawat Angkut Khusus VVIP/VIP baik fix wing maupun rotary wing.
Kalau diturunkan ke tingkat operasional, TNI Angkatan Udara memerlukan jet-jet tempur dalam beragam kemampuan sejumlah 250-300 unit, 40 pesawat sekelas C-130 Hercules, 2 pesawat sekelas E-3 Sentry AWACS dengan pertimbangan satu di barat dan satu di timur, serta 8 pesawat sekelas E-2C Hawkeye masing-masing 4 di barat dan timur. Tentu penggelaran kekuatan seperti ini belum memadai karena TNI Angkatan Udara harus melengkapi diri dengan pesawat pembom, pemburu-pembom jarak jauh, pesawat anti gerilya Counter Insurgency (COIN), pesawat tanker, heli-heli combat-SAR, radar-radar GCI dan EW, pemekaran pasukan korpaskhas dengan cara membentuk batalyon-batalyon pemukul dan batalyon-batalyon pertahanan udara berupa situs-situs rudal darat ke udara (SAM), serta artileri anti serangan udara dan merupakan gagasan ideal yang mesti masuk dalam Grand Strategy yaitu pengadaan pesawat siluman.

Pesawat tempur dan helikopter

Pesawat Negara Asal Peran Versi Jumlah Beroperasi Dalam Pesanan Catatan
Pesawat Latih
FFA AS/SA-202 Bravo  Italia
 Swiss
pesawat latih AS/SA 202-18A 40 28

KAI KT-1 Wongbee  Korea Selatan pesawat latih KT-1B 11 11 5
Beechcraft T-34 Mentor  Amerika Serikat pesawat latih T-34C 14 14

Aermacchi SF.260  Italia pesawat latih SF-260M/W 19 -
GROUNDED. 19 unit disumbang oleh Singapura,1 unit di jadikan monumen di depan SESKO TNI.
BAe Hawk  Britania Raya pesawat latih
advanced jet trainer
Hawk 53
Hawk 109
6
7
2
7




Total 97 62 5
Pesawat Tempur
BAe Hawk 209  Britania Raya pesawat serang ringan Hawk 209 32 32

T-50 Golden Eagle  Korea Selatan pesawat latih dan serang ringan T-50 16 0 16 16 sudah dipesan dan mulai tiba pada 2013
Embraer EMB 314 Super Tucano  Brasil pesawat serang ringan/COIN (counter-insurgency) A-29 16 4 12 16 dipesan[10]; dibutuhkan 16 unit untuk menggantikan OV-10F Bronco, 4 Unit sudah datang pada awal September 2012
Lockheed Martin F-16 Fighting Falcon  Amerika Serikat pesawat multiperan F-16A/B Block-15 OCU

F-16C Block 30
7/3
30
7/3
0
24+6 cadangan Indonesia memiliki 12 unit F-16 pada 1996, tetapi 2 unit mengalami kecelakaan pada dua insiden berbeda.[11]
Northrop F-5E/F Tiger II  Amerika Serikat pesawat multiperan F-5E/F 12 4

Sukhoi Su-27  Rusia pesawat superioritas udara Su-27SK
Su-27SKM
2
3
2
3


Sukhoi Su-30  Rusia pesawat superioritas udara Su-30MK
Su-30MK2
2
9
2
9

F-33  Korea Selatan  Indonesia pesawat multiperan K/IF-X 0 0 50



Total 132 66 80
Angkutan udara taktis, pesawat transport, pesawat patroli maritim
Boeing 737  Amerika Serikat transportasi VIP
pesawat pengintaian maritim
737 2Q8
737-400

737 2x9 Surveiller
1
2

3
1
2

3


bekas Garuda Indonesia

Dilengkapi Motorola AN/APS-135 SLAMMR (Side-looking Airborne Modular Multi-mission Radar)[12]
de Havilland Canada DHC-5 Buffalo  Kanada pesawat angkut DHC-5D 3 3

Lockheed C-130 Hercules  Amerika Serikat pesawat angkut
pesawat pengisi bahan bakar
C-130B/-H/-H-30
KC-130B Hercules
24
2
8
2
9 4 unit hibah dari australia +5 unit bekas seri h di beli dari australia
Lockheed L-100  Amerika Serikat pesawat angkut/ transportasi VIP L-100-30 8 6

Fokker F-27 Friendship  Belanda pesawat angkut F27-400M 7 6
grounded
CASA CN-235  Spanyol
 Indonesia
pesawat angkut
pesawat patroli maritim
CN-235 110/220M
CN-235 MPA
16
0
16
0
0
3
CASA C-295  Spanyol
 Indonesia
pesawat angkut
pesawat patroli maritim

pesawat peringatan dini
C-295 M
C-295 MPA

C-295 AEW&C
2
0

0
2
0

0
2
3

3
† Indonesia agree for license C-295, 40% spare parts from Indonesia. Indonesia build role of transport aircraft, MPA, and AEW&C [13]
Fokker F28 Fellowship  Belanda pesawat angkut F-28 Mk 1000
F-28 Mk 3000
5 5

CASA C-212 Aviocar  Spanyol pesawat angkut NC-212-100
NC-212-200

NC-212-400[14]
28

28




† Akan dikembangkan menjadi NC212-200/-400



Total 88 69 3
Helicopters and Non Fix Winged Aircraft
Eurocopter EC 120 Colibri
helikopter utilitas ringan EC-120B 11 11
menggantikan Bell 47G-3B
Sikorsky S-58  Amerika Serikat helikopter utilitas S-58T 12 8
GROUNDED
Aérospatiale AS 330 Puma  Perancis helikopter angkut NAS 330J 11 11
Bell 412  Amerika Serikat helikopter angkut NBell 412S
NBell 412HP
4
4
4
4

Bell 204  Amerika Serikat helikopter angkut Bell 204B 5 4

MBB Bo 155  Jerman misi pencarian dan penyelamatan NBO-105 CB
NBO-105 CBS
6
1
6
1

Eurocopter AS 332 Super Puma
helikopter angkut
VIP transport

NAS-332 Super Puma
NAS-332 Super Puma VVIP
7
2
7
2
7 † A total of 16 has been ordered since 1998



Total 63 58 7

diproduksi dalam negeri oleh PT DI

Radar dan peluru kendali

Saat ini TNI AU mengoperasikan 16 situs radar di seluruh Indonesia.
Daftar peluru kendali yang digunakan TNI AU :
  • Udara-ke-udara
    • AIM-9 Sidewinder
    • R-73 Archer
    • R-27 Alamo
    • R-77 Adder
    • MAA-1 Piranha
  • Udara-ke-darat
    • AGM-65 Maverick
    • AGM-84 Harpoon
    • Kh-29 Kedge
    • Kh-31 Krypton
    • Kh-59 Kingbolt

Pengembangan

Pengembangan organisasi

Untuk pengembangan organisasi kedepan saat ini tengah diusulkan ke Mabes TNI-AU untuk pembentukan Wing III Paskhas di Kota Medan Sumatera Utara untuk menjaga wilayah barat Indonesia yang meliputi wilayah sekitar Pulau Sumatera dan sekitarnya.
Sedangkan Wing I Paskhas di Kota Jakarta untuk menjaga wilayah tengah Indonesia yang meliputi wilayah sekitar DKI Jakarta, Pulau Jawa, Kalimantan dan Bali.
Untuk Wing II Paskhas yang sebelumnya berada di Malang Jawa Timur akan dipindah ke Kota Makassar Sulawesi Selatan untuk menjaga wilayah timur Indonesia yang meliputi wilayah sekitar Nusa Tenggara, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua.
Sedangkan yang sebelumnya Wing III Pusdik Paskhas menjadi Kodiklat Paskhas serta pembentukan Wing 100 Peluncur Rudal Menengah/Jauh Paskhas Kohanudnas, terdiri dari tiap Batalyon Peluncur Rudal di tiap Kosek Hanudnas.
Direncanakan pula penambahan 2 batalyon PPRC Paskhas yaitu Batalyon PPRC Paskhas 463 di Medan, Batalyon PPRC Paskhas 467 di Kupang dan Kompi BS di beberapa Lanud yang telah naik status ke Type B diantaranya Lanud Balikpapan, Bali, Maluku, Menado, Jayapura,Palembang. Peningkatan status Kompi Matra menjadi Batalyon Bantuan tempur Paskhas di tiap Wing Paskhas yang terdiri atas (Kompi Keslap, Kompi Komlek, Kompi Bekangmor, Kompi Kavaleri dan Tim Dallan/Sar),
Peningkatan Tim Dalpur menjadi satuan tersendiri menjadi Detasemen Dalpur Paskhas di tiap Wing Paskhas, serta Pembentukan 10 Detasemen Arhanud/PSU Paskhas yaitu peningkatan bateray-bateray PSU yang sebelumnya berada di tiap Batalyon PPRC untuk dijadikan satuan tersendiri menjadi Detasemen Pertahanan Udara Paskhas (Den Hanud) di tiap Lanuma dan Lanud Type B serta perubahan Status Batalyon 463 dan 467 menjadi Batalyon Arhanud Mobile "1" Paskhas dan Batalyon Arhanud Mobile "2" Paskhas yang bersifat mobile dengan Alutsista berupa Rudal Manpad QW3 untuk pengamanan Satuan Radar di seluruh NKRI.

Pengembangan alutsista

Amanat Kepala Staf TNI Angkatan Udara pada Apel Khusus tanggal 2 Januari 2012 yang dibacakan di seluruh satuan kerja TNI Angkatan Udara yang menyebutkan Rencana Strategis kedepan hingga 2014 menuju The First Class Air Force dengan menambah 5 skuadron udara baru, satuan radar, 2 batalyon tempur Paskhas, 10 satuan rudal Paskhas.

Pengembangan doktrin

Doktrin disusun atas pengalaman sejarah dan terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan organisasi, peralatan, perkembangan lingkungan. Perlu dipertimbangkan lebih jauh yaitu doktrin untuk dapat menambah dari balik cakrawala atau bahkan jauh dari belakang garis depan pertempuran. Kehadiran pesawat AEW dan AWAC’S akan memberikan peluang bagi pengembangan doktrin tempur.

Pengembangan strategis

Keberpihakan dan perhatian dari pemerintah serta parlemen merupakan angin segar bagi militer Indonesia terutama TNI Angkatan Udara yang mengalami embargo senjata di hampir semua aspek hingga mengakibatkan penurunan secara drastis kesiapan tempur. Dalam Rancangan Rencana Strategis Pembangunan TNI Angkatan Udara 2010-2014, TNI Angkatan Udara merencanakan Pengembangan sistem dan evaluasi kinerja Matra Udara terdiri dari :
  1. Melaksanakan evaluasi kegiatan/program kerja Tahun Anggaran 2009 dan menyusun Rencana Kerja TNI AU.
  2. Menyusun buku petunjuk induk, pelaksanaan, dan teknis dalam bidang intelijen, operasi, logistik, personel, lemdik, maupun buku petunjuk lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas.
  3. Memperbanyak buku-buku perpustakaan, buku bahan pelajaran dan naskah sekolah di tingkat Mabesau, Kotama, balakpus, dan satker dibawah jajaran TNI AU sebagai sarana dalam pelaksanaan tugas.
  4. Pengembangan organisasi Lanud Supadio dari tipe B menjadi Lanuma Supadio tipe A.
  5. Pengembangan organisasi Lanud Pekanbaru dari tipe B menjadi Lanuma Pekanbaru tipe A.
  6. Pengembangan organisasi Lanud Ngurah Rai dari tipe C menjadi tipe B.
  7. Pengembangan organisasi Lanud Eltari dari tipe C menjadi tipe B.
  8. Pengembangan organisasi Lanud Pattimura dari tipe C menjadi tipe B.
  9. Pengembangan organisasi Lanud Manuhua dari tipe C menjadi tipe B.
  10. Pengembangan organisasi Lanud Morotai dari tipe D menjadi tipe C.
  11. Peningkatan Status Detasemen Putusibau menjadi Lanud Tipe C.
  12. Pembentukan baru organisasi skadron pesawat UAV.
  13. Pembentukan baru organisasi skadron dengan menambah 24 pesawat F16.
  14. Penataan dan pemantapan skadron 11 dengan menambah 6 unit Sukhoi.
  15. Pembentukan baru organisasi skadron-45 VIP Helikopter.
  16. Pengaktifan kembali Skadron 21 dengan pesawat super tucano.
  17. Pengaktifan kembali Skadron 14 dengan pesawat TA-50.
  18. Pembentukan baru organisasi 2 batalyon pprc paskhas yaitu peningkatan status kompi A BS Medan dan kompi E BS Yogyakarta.
  19. Pembentukan baru organisasi 2 Kompi BS paskhas karena peningkatan status lanud dari tipe C menjadi tipe B yaitu lanud ngurahrai dan pattimura.
  20. Pembentukan baru organisasi 10 Detasemen Hanud/Satuan Rudal paskhas yaitu pemisahan bateray PSU yang ada ditiap batalyon tempur paskhas menjadi satuan berdiri sendiri di Lanuma maupun Lanud tipe B.
  21. Penataan dan pemantapan batalyon pprc 461/464 paskhas dengan kekuatan 3 kompi senapan, 1 kompi bantuan, 1 kompi matra dan 1 kompi markas dengan pemenuhan jumlah personel tiap kompi secara penuh yaitu 100-125 berikut dukungan Alut Sista serta Rantis maupun Ranmor.
  22. Penataan dan pemantapan batalyon pprc 462/465/466/468 paskhas dengan kekuatan 3 kompi senapan, 1 kompi bantuan, dan 1 kompi markas dengan pemenuhan jumlah personel tiap kompi secara penuh yaitu 100-125 berikut dukungan Alut Sista serta Rantis maupun Ranmor.
  23. Penataan dan pemantapan batalyon 463/467 paskhas sebagai batalyon artileri pertahanan udara secara mobile untuk tugas pertahanan udara diseluruh pangkalan yang belum terdapat Den Hanud paskhas dengan kekuatan 4 Bateray dan 1 kompi markas dengan pemenuhan jumlah personel tiap bateray secara penuh yaitu 90-100 berikut dukungan Alut Sista serta Rantis maupun Ranmor.
  24. Pembentukan baru organisasi Satuan Keamanan Pertahanan Pangkalan yaitu peningkatan status Kasi Kamhanlanau menjadi Dansatkamhanlanau di tiap pangkalan dengan penataan pemenuhan personel satkamhanlanau di tiap lanud tipe A 100 orang, tipe B 75 orang dan tipe C 35 orang.
  25. Perubahan status Dispamsanau menjadi pusintelau serta pembentukan dan pemantapan Den intel Koopsau I dan II.
  26. Pengaktifan kembali organisasi sathar 14 depohar 10 untuk pemeliharaan tingkat berat pesawat boeing 737-200, F-28, F-27, dan CN-235.
  27. Pengembangan sistem informasi TNI AU bidang-bidang intelijen, operasi, personel, logistik, srena dan wasrik.
  28. Pengembangan sepuluh komponen dan sistem pendidikan TNI AU.
  29. Pengembangan dan revitalisasi lembaga pengkajian Seskoau yang independen.
  30. Pengembangan sistem pengamanan data Disinfolahtaau, serta pengembangan aplikasi sistem penggajian TNI AU.
  31. Penataan struktur organisasi dan penyusunan/evaluasi perangkat lunak AAU.

Pemberdayaan wilayah pertahanan udara

Sesuai dengan UU TNI pasal 10, Angkatan Udara salah satunya adalah bertugas melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara di seluruh Indonesia. Dalam konteks ini TNI AU diharapkan mampu melaksanakan pemberdayaan kewilayahan tentang pertahanan udara melalui pembinaan kepada masyarakat tentang potensi dirgantara diseluruh pelosok dan pencegahan secara dini ancaman udara melalui koordinasi aktif dengan satuan samping teritorial daerah, yaitu dengan menempatkan personel sebanyak 25 orang di tiap Korem di seluruh Indonesia